Rabu, 25 November 2009

Masjid Cipaganti, Kolaborasi Jawa dan Eropa

Kamis, 23/10/2008 12:20 WIB
Masjid Cipaganti, Kolaborasi Jawa dan Eropa
Ema Nur Arifah - detikBandung




Bandung
- Pangemoet-ngemoet
ngadegna
Masjid Tjipaganti
Ngawitan di pidamel dina ping
.......

Demikian tulisan awal yang tertera dalam sebuah plakat di pinggir bangunan utama Masjid Raya Cipaganti, Jalan Cipaganti, Kelurahan Pasteur Kecamatan Sukajadi sebagai pengingat bahwa pendirian masjid ini memiliki akar sejarah.

Selanjutnya tulisan itu menuliskan Masjid Cipaganti didirikan 7 Februari 1933. Diresmikan setahun kemudian, 27 Januari 1934. Peletakan batu pertama di pasang oleh Bupati Bandung saat itu Raden Tb Hasan Soemadipraja bersama Patih Bandung Raden RG Wirijadinyang serta Raden Hadji Abdul Kadir.

Sekitar setengah meter ke bawah plakat lainnya menuliskan nama arsitek kenamaan Belanda Wolf Schoemaker sebagai konseptor bangunan. Dalam pelaksanaan pembangunannya dibantu Karamich Laboratorioum, sebagai pelaksana pembuatan ornamen keramik dan Gementelijke Ambachtscholl sebagai pelaksana ornamen kayu.

Beratapkan sirap, tiang-tiang kokohnya terbuat dari kayu jati yang terpahat ukiran-ukiran kaligrafi, arsitektur Masjid Cipaganti menggabungkan arsitektur Eropa dengan arsitektur Jawa. Lampu antik berbahan kuningan menggantung di langit-langit, penghias yang menjadi salah satu petanda kekunoannya.

Dibangun di atas areal 2.025 meter persegi bangunan asli hasil karya Wolf Schomaker hanyalah area tengah yang berukuran 19x15 meter. Sedangkan bagian sayap kiri dan sayap kanan masjid yang masing-masing berukuran 17x15 meter dibangun tahun 1965. Selebihnya digunakan untuk pekarangan masjid.

Menurut Pengurus Masjid Cipaganti Uju Dimyati (68) bangunan asli Masjid adalah bangunan bagian tengah. Untuk membedakan antara bangunan asli dan bangunan baru diberikan pembatas. Di mana area bangunan lama dibuat 20 centimeter lebih tinggi dari lantai bangunan baru.

"Bangunan lama tidak pernah diubah. Ukiran-ukirannya masih asli hanya dicat ulang saja," tutur Uju yang bertugas sebagai muadzin dan pertugas kebersihan masjid. Uju pun menuturkan hanya bagian sirap (atap) bangunan pernah diganti sekitar 2-3 kali.

Saat dilakukan renovasi pada 2 Agustus 1979-31 agustus 1988 pada masa pemerintahan Walikota Ateng Wahyudi, beberapa bagian bangunan lama ada yang diubah. Misalnya bagian lantai yang aslinya berwarna merah, ditutup dengan warna putih untuk menyeragamkan warna dengan bangunan baru. Di bagian depan di buat dinding keramik yang memisahkan tempat untuk imam dan makmum.

"Jika dibandingkan bangunan baru kekuatan bangunan lama lebih unggul. Tembok-temboknya, langit-langitnya tidak pernah diganti beda dengan bangunan lama yang sudah sering direnovasi," ujar Uju membandingkan.

Uju menyatakan nilai sejarah Masjid Cipaganti menjadi salah satu alasan datangnya pengunjung dari luar kawasan Cipaganti termask dari luar negeri. Bahkan menurut Uju, pernah ada warga Belanda yang mengaku keturunan Schoemaker datang untuk memastikan keberadaan bangunan hasil karya nenek moyangnya ini.

Uju mengisahkan pada tahun 1950-an Presiden RI ke-1 Soekarno pernah menginjakan kakinya di tempat ini.

Sebagai masjid yang berada di jalur utama Kota Bandung Masjid Cipaganti tentulah selalu ramai. Terlebih ketika pelaksanaan shalat Jumat, jamaah memenuhi sampai area pekarangan masjid. Hal itu pula yang membuat banyak pedagang berderet di muka gerbang masjid menyambut kedatangan pengunjung.

Uang pemeliharaan masjid dihasilkan dari swadaya dibantu infaq dari pengunjung. Pemerintah sendiri baru memberikan dana jika diminta.(ema/ern)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar