Sabtu, 30 Januari 2010

Most Common Traits of ID Theft Victims

Most Common Traits of ID Theft Victims

by Jeremy M. Simon
Friday, January 29, 2010

provided by
creditcards.jpg

Wealthy consumers who enjoy leisure activities such as tennis, skiing and international vacations are top targets for identity thieves, according to a new report.

A report released Wednesday by credit bureau Experian shows that fraudsters are on the hunt for the most affluent suburban consumers. Compared to the general population of credit applicants, Experian says these consumers live in and around metropolitan areas, favor leisure activities, have college diplomas or advanced degrees and more often tend to be married.

Affluent are more often victims of ID theft, report shows"The crooks are going where the money is," says Gail Hillebrand, senior attorney with Consumers Union, the nonprofit publisher of Consumer Reports magazine.

More from CreditCards.com:

Choose a Credit Card That Matches Your Life Stage

Frequent Flier Cards Evolve: Complex, But More Rewarding

How and When to Use 'Emergency' Credit Cards

Most Common Traits, Activities

Experian identifies the common activities of those most often victimized by ID theft:

• Tennis
• Politics
• Foreign travel
• Charities/volunteering
• Cultural/arts
• Skiing

Where -- and how -- these consumers live also seems to make them more of a target. "The opportunities to steal discarded documents would be greater in suburban areas," says Linda Sherry, director of national priorities with advocacy group Consumer Action. "More affluent households may have domestic help and service people who may have the opportunity to steal personal info from the home that can be used to acquire credit."


How did Experian identify this group of wealthy victims? The bureau's Fraud and Identity Solutions group -- in conjunction with Experian Marketing Services -- compared credit application data with thousands of individual fraud records between January 2007 and November 2008. It found that three of its 12 demographic groups were the most highly sought-after by identity thieves: "affluent suburbia," "upscale American" and the more middle-class "American diversity" category of consumers.

Experian found that compared with the general population of credit applicants, the consumers most often victimized by fraudsters tend to own more new and luxury vehicles and live in higher-income neighborhoods that contain many more homeowners than renters. Additionally, these borrowers tend to be based in densely populated metropolitan areas and often reside in multifamily homes or condos.

Thieves aren't the only group focusing on wealthy borrowers. "Lenders are obviously targeting some of these demographics as well," with better and more frequent offers of financial goods and services, says Keir Breitenfeld, director of product management for Experian's Fraud and Identity Solutions group. As a result, thieves who target these consumers and steal their information have an easier time getting credit and services in their victims' names. "If you're a fraudster, you want to assume the identity of someone who can go out and get high-value services," Breitenfeld says.

How to Protect Yourself

Consumer advocates, meanwhile, say that if the affluent can be victimized by ID thieves, anyone can. "You can't protect yourself. Even the most affluent suburban households, it's still happening to them," Hillebrand says. She says that banks and other institutions have an obligation to better guard consumer data. "We don't have much control over that as individual consumers. People who receive our data decide how carefully to protect our information," Hillebrand says.

However, Experian says lenders need to strike a balance between guarding consumers and not making them struggle unnecessarily to get approved for credit. If consumers must jump through too many hoops in order to get a loan, Experian says, the bank may end up losing their business. Still, Experian says its report suggests that financial institutions may want to do more to protect certain high-risk borrowers.

But it's not only lenders who need to take steps to guard against identity theft. "If you fall into that category, you may want to consider those services" aimed at preventing ID theft, says Maxine Sweet, Experian's vice president of public education.

Those services include:

Credit Freezes. Both Experian and Consumers Union say freezes offer benefits, but they can also mean added work for the consumer, such as getting a cell phone or utility service. "You have to be willing to be actively engaged in managing your credit report if you freeze," Sweet says.

Credit Monitoring. Credit monitoring, meanwhile, offers alerts about credit report activity -- typically for a price. Monitoring offers "piece of mind that every month there has been no activity and if there is activity you get a warning," Sweet says.

Consumers may also decide to fight for more ID theft protection from the government, including more oversight of players in financial system and restrictions on how borrowers' personal data can be collected and how long it can be kept, Hillebrand says.

She points to one of the interests highlighted by Experian's report. "If the people who are getting ripped off are interested in politics, they should get politically active," she says.


http://finance.yahoo.com/family-home/article/108711/most-common-traits-of-id-theft-victims

Jumat, 29 Januari 2010

Maxbox, Jual Sadist yang Terus Modis

Kamis, 21/01/2010 09:22 WIB
Maxbox
Jual Sadist yang Terus Modis
Ema Nur Arifah - detikBandung



Bandung - Berada di Jalan Talaga Bodas No 32, spanduk terpasang di bagian pagar, dengan promosi sejumlah produk clothing berikut harganya yang harganya sangat miring. Masa iya, distro bernama Maxbox ini menjual kaos per piecesnya dimulai dengan harga Rp 30 ribu, tas dimulai Rp 60 ribu, bahkan jaket bisa sampai Rp 60 ribuan.

Harga yang dibanderol jelas jauh lebih rendah dari harga pasaran clothing. Apalagi, di sini juga ada beberapa label yang sudah eksis dalam perclothingan sejak dulu kala, sebut saja Blackjack, Sudden dan lain-lain.

Setelah ngobrol-ngobrol dengan si empunya, Ferdy Bennovian (37), konsep Maxbox, sesuai taglinenya Sadist tapi Tetap Modis, Maxbox menjual barang-barang sisa distro. Sadist kepanjangannya sisa distro dan modis kepanjangannya modal diskon.

Sesuai dengan namanya Maxbox. Ade ingin memaksimalkan potensi tokonya yang berukuran minimalis dan nuansa minimalis ini secara maksimal.

Awalnya, Ferdy yang akrab disapa Ade ini membuat clothing bersama tiga kawannya dengan nama Common People tahun 2006. Produk Common People dititipkan ke beberapa distro di Bandung. "Tapi kemudian produk kita tidak terjual habis dan banyak barang sisa yang numpuk di gudang, akhirnya kepikiran untuk ngabisin barang," ujarnya.

Tanpa menghilangkan label Common People, tahun 2008, Ade dengan hanya satu rekannya, kemudian membuka toko yang konsepnya menerima produk-produk sisa distro clothing. Setidaknya ada 15 label clothing yang sekarang bergabung di Maxbox.

"Kita terima produk yang out of date untuk dipajang," ujar Ade.

Namun ditegaskan Ade meski barang sisa bukan berarti barang bekas. Produk-produk yang dijual adalah desain dari tiga bulan, enam bulan atau dua tahun yang lalu dan sudah tidak dipajang di toko.

"Sebenarnya ini gudang, tapi dibuat dalam bentuk toko, dengan AC dan suasana yang nyaman," ujarnya. Bisa dibilang Maxbox adalah factory outletnya distro.

Kalau masalah agak usang atau kotor memang harus dimaklumi karena barang-barang tersebut mungkin sudah ditumpuk di dalam gudang dalam waktu lama. Tapi kondisinya masih layak pakai kok, bahkan jika beruntung bisa mendapatkan produk dalam kondisi bersih.

"Kita biarkan saja apa adanya. Kalau kotor kan bisa dicuci dan bisa bersih lagi," ujar Ade.

Makanya, karena kondisinya tidak lagi segar, harga yang ditawarkan pun gila-gilaan, bahkan bisa sampai 50 persen. Misalnya untuk t-shirt dijual antara Rp 30-Rp 44 ribuan. Jauh dari harga distro yang ada di kisaran Rp 80-Rp 85 ribu. Untuk tas saja, dari harga Rp 112 ribu bisa turun sampai Rp 60 ribu. Begitu pun dengan jaket dari Rp 150 ribuan jadi Rp 90 ribu.

Bahkan, untuk yang sudah lama terpajang di Maxbox punya tempat pajangan tersendiri. Harganya pun bisa turun lebih gila lagi. Misalnya, untuk kaos yang per piecesnya Rp 30 ribu, dijual Rp 100 ribu per 4 potong. Jaket, kardigan atau sweater yang harganya Rp 40 ribu per pieces, jika beli 3 pieces harganya Rp 100 ribu.

Tapi bukan berarti enggak ada produk baru. Meski porsinya cuma 10 persen dari seluruh isi toko, Maxbox juga menyediakan produk baru dari label Common People, Hangover atau para pemilik clothing yang ingin menitipkan produknya di tempat ini. Harganya pun sama dengan harga clothing pada umumnya.

Bukan tidak mungkin, dalam beberapa bulan ke depan, produk-produk baru tersebut akan menjadi produk yang dijual gila-gilaan jika dalam waktu lama tidak terjual habis.
(ema/lom)

Sekali Datang Jadi Langganan

Kamis, 21/01/2010 09:59 WIB
Maxbox
Sekali Datang Jadi Langganan
Ema Nur Arifah - detikBandung







Bandung
- Seperti halnya Kickfest, Maxbox juga menjual produk-produk yang di antaranya adalah barang sisa yang sudah tidak dijual di toko dan tersimpan di gudang. Bedanya, Kickfest diadakan setahun sekali, sedangkan Maxbox menjual dengan harga miring setiap hari.

"Tadinya saya mau ubah taglinenya yaitu Every Day is Sale," ujar Ferdy Bennovian (37) atau Ade, salah seorang pemilik Maxbox.

Biasanya, ujar Ade, jika sudah datang satu kali akan ketagihan. Mereka akan menunggu momen saat barang-barang kiriman yang baru datang. Selain lebih banyak pilihan, saat desain baru datang meminimalisir tidak adanya ukuran yang diinginkan. Karena namanya barang sisa, tidak semua ukuran pakaian ada.

Kalau ingin mendapatkan produk lama yang segar, rajin-rajin kontak ke Maxbox. Walaupun setiap pelanggan juga dicatat nomor kontaknya dan akan dihubungi jika datang produk baru.

Tidak hanya pelanggan dari lokal Bandung, konsumen dari luar kota seperti Jakarta juga enggak ketinggalan. Bahkan ada di antaranya yang membeli dalam jumlah banyak untuk dijual kembali.

Ditambahkan Ade, Maxbox juga terbuka pada clothing-clothing yang ingin menitipkan produknya tanpa batasan jumlah artikel. Namun untuk clothing kecil harus mempertimbangkan persaingan dengan barang-barang sisa yang harganya jauh lebih murah. Selain itu, Ade memastikan kalau manajemennya tidak akan mempersulit proses kerjasama.

Yang terpenting, ujar Ade, untuk clothing-clothing yang menjual produk sisanya, dengan menitipkan di Maxbox, bisa balik modal produksi. "Kalau rugi Rp 1.000 atau Rp 2.000 kan enggak masalah dari pada tidak menghasilkan sama sekali," ucap Ade.
(ema/tya)

Ralij, Clothing Muslim untuk Anak Muda

Rabu, 06/01/2010 09:40 WIB
Ralij, Clothing Muslim untuk Anak Muda
Ema Nur Arifah - detikBandung





Bandung - Sebuah merek clothing dikenal konsumen antara lain karena identitasnya. Dari sekitar 1.300 clothing di Bandung pun memiliki karakter yang berbeda dari mulai musik, skateboard, lingkungan atau sekadar desain.

Tapi ada satu peluang yang mungkin tidak jeli dilihat para pengusaha clothing. Sebuah ide yang kini direalisasikan oleh Tubagus Fiki Chikara Satari, pemilik brand Airplane. Melihat mayoritas penduduk Indonesia beragama muslim, Fiki menciptakan brand baru bernama Ralij yang berkarakter muslim.

Relight The Spirit of Our Religion, demikian kepanjangan dari Ralij. Brand yang menurut Fiki baru diluncurkan bertepatan dengan Ramadhan tahun 2009 lalu.

"Clothing itu terkait karakter, sementara identitas menunjukkan lifestyle dan belum ada yang mengambil peluang karakter muslim," ujar Fiki saat ditemui di Space Shop Jalan Aceh.

Saat ini, papar Fiki, pakaian muslim tersebar di mal-mal dan pusat kota, begitupun dengan butik. Namun untuk pakaian muslim yang ready to wear untuk anak muda masih langka. "Kita di tengah-tengah antara butik dan retail," ujar Fiki.

Konsepnya pun tentu masih dalam koridor clothing tapi menyesuaikan dengan karakter Ralij itu sendiri. Fiki mengistilahkan konsep Ralij itu adalah hijrah antara dua kultur yaitu muslim dan kontemporer.

Tetap ada syiar yang disampaikan namun tidak kaku. Bahkan bisa jadi kolaborasi dengan konsep musik atau punk. Namun dimaknai dengan filosofis yang enggak asal-asalan. Karena diakui Fiki untuk meluncurkan Ralij dilakukan penggodokan yang enggak sebentar.

"Kita juga punya editor khusus untuk Ralij ini," sambung Fiki. Mengingat konten yang disampaikan di Ralij bukan tulisan biasa, tapi di antaranya ada seri wise word yang mengutip hadits-hadits atau kata-kata bijak dalam Islam.

Namun tidak serta merta dikutip secara keseluruhan, kata-kata tersebut diambil intisarinya. Begitupun tidak dicantumkan ayat dan nama perawi hadist.

"Bajunya kan dipakai kemana aja, bisa ke WC, ke mal, jadi kita tetap menjaga itu," ujarnya.

Selain seri wise word, ada juga seri kota-kota Islam seperti 'I Love Mecca atau I Love Medina'. Sebagai penguat, produk yang diluncurkan tidak hanya seputar kaos, ada juga celana khas yaitu pangsi, sarung, peci, sajadah, bahkan ke depannya akan meluncurkan tasbih yang dikolaborasikan dengan musik punk. Kita tunggu saja!(ema/ern)

Belanja Clothing di Jalan Seram

Senin, 18/01/2010 09:14 WIB
Belanja Clothing di Jalan Seram
Ema Nur Arifah - detikBandung


Bandung
- Bandung sepertinya kian menggeliat saja sebagai kota tujuan wisata. Usaha-usaha baru di bidang kuliner, hotel, rekreasi, tak terkecuali fesyen juga terus bertambah.

Sebuah distro di Jalan Seram pun baru dibuka pertengahan Desember lalu, namanya Raising. Tempatnya berdampingan dengan Waroeng Siliwangi yang masih ada di dalam satu kawasan.

Dengan konsep minimalis dan elegan, setiap clothing memiliki ruang-ruang tersendiri. Ada sekitar 8 clothing yang sudah bergabung di distro ini, antara lain Pro Shop, Rockster, Epidemic, Signature from Robe Noerm, Distro Sunda (Disun) dan lain-lain. Namun menurut pengelola Raising, Indraprasta Yogaswara, masih ada lima clothing yang menunggu untuk bergabung.

Sasaran utama Raising adalah anak muda yang funky dan stylish. Sehingga pemilihan clothing yang akan bergabung pun cukup selektif. "Kita lihat dari kualitas dan stylenya," ujar pemuda berusia 21 tahun ini.

Namun tidak semua clothing seratus persen menyuguhkan produk anak muda. Di antaranya ada juga yang ditujukan untuk orang tua dan anak-anak meski dalam prosentase yang lebih sedikit.

Selain pakaian, berbagai macam aksesoris juga jadi produk pemanis yang bisa jadi pilihan konsumen.

Sejak dibuka, menurut Indra pengunjung sudah lumayan banyak. Apalagi saat itu bertepatan dengan liburan akhir tahun. Para pengunjung sampai saat ini masih didominasi oleh wisatawan luar kota khususnya Jakarta. "Untuk lokal paling masih 10-20 persen saja," tuturnya.

Ke depannya, Raising juga akan merangkul komunitas. Secara reguler akan digelar pertunjukan musik sebagai salah satu cara untuk menggaet konsumen yang loyal.(ema/tya)

Jumat, 22 Januari 2010

Bali Shell Museum, Satu-satunya Museum Kerang

Bali Shell Museum, Satu-satunya Museum Kerang

Putu Setiawan
16/01/2010 20:58
Liputan6.com, Kuta: Kemana tujuan Anda akhir pekan ini? Kami rekomendasikan Bali Shell Museum atau Museum Kerang Bali yang terletak di Jalan Sunset, Kuta. Ada beragam jenis kerang dan fosil kerang berumur ratusan juta tahun yang bisa Anda lihat disana. Museum yang baru dibuka September 2009 ini adalah museum kerang pertama dan satu-satunya di Indonesia. Setiap harinya, Bali Shell Museum dibuka mulai pukul 09.00 hingga pukul 21.00 WITA.

Pengunjung dewasa dikenakan tiket masuk Rp 50 ribu, sedangkan anak-anak dikenakan Rp 30 ribu. Museum kerang ini terdiri dari tiga lantai. Lantai satu memajang aneka kerang yang sudah diolah menjadi hiasan rumah, sementara museum yang menyimpan koleksi kerang dan fosil kerang terletak di lantai dua dan tiga.

Di lantai dua museum, pengunjung antara lain bisa melihat fosil kerang yang mirip cumi-cumi. Fosil kerang yang disebut Orthoceras ini diperkirakan berumur 395 juta tahun. Ada pula fosil kerang mirip tumbuhan bunga yang disebut Crinoid, yang berumur sekitar 440 juta tahun. Selain itu terdapat fosil kerang yang diklaim terbesar di Asia yang disebut Crinions. Fosil ini berdiameter 1,4 meter dengan berat 170 kilogram.

Di lantai tiga museum, pengunjung bisa melihat kerang yang sangat mengkilap yang disebut Cypraea Moneta. Kerang jenis ini pada zaman dulu pernah berfungsi sebagai alat pembayaran yang sah. Menurut pihak pengelola, museum yang dibangun dengan biaya Rp 6 miliar ini menyimpan sekitar 10 ribu spesies kerang berumur 100 hingga 500 juta tahun. Sementara jumlah spesies kerang di dunia mencapai 200 ribu lebih.

Para pengunjung juga bisa menonton film dokumenter tentang kehidupan kerang. Kisah tentang proses pencarian dan penemuan fosil kerang juga bisa dilihat di tempat ini. Jadi, jika Anda berlibur ke Bali, tak ada salahnya mengunjungi museum ini untuk berwisata sekaligus mempelajari aneka kerang yang ada di dunia.(TES/AYB)

http://berita.liputan6.com/sosbud/201001/259300/Bali.Shell.Museum.Satu.satunya.Museum.Kerang

Sepuluh Pemandangan Tertinggi Penguji Nyali

Inilah Sepuluh Pemandangan Tertinggi Penguji Nyali

Anri Syaiful

17/01/2010 13:31 | Wisata
Liputan6.com, Tyrol: Memandang panorama alam dari ketinggian lumrah dilakoni para petualang. Namun, banyak pengelola wisata di dunia, saat ini menyediakan atau membangun skywalk. Skywalk adalah sebuah bangunan menjorok ke depan. Bahkan, sebagian skywalk dibuat dari lantai kaca agar para pengunjung bisa melihat langsung pemandangan bawah.

Hanya saja, skywalk tidak disarankan bagi orang yang takut ketinggian. Berikut sepuluh lokasi skywalk terpopuler di dunia, seperti dilansir situs Toxel.com:

Puncak Tyrol
Berada di ketinggian 3.000 meter di atas permukaan laut (mdpl). Platform yang didesain Astearchitecture ini terletak di Tyrol, Austria. Baja tahan cuaca digunakan dalam pembangunannya untuk mengantisipasi cuaca ekstrem. Para pengunjung dapat berdiri sembilan meter dari puncak gunung untuk melihat pemandangan gletser Stubai.

Iguazu
Berbentuk spiral dan berlokasi di salah satu air terjun Iguazu di Brasil. Selain air terjun yang memang menakjubkan, lokasinya yang berada di hutan lindung subtropis membuat wisata di tempat ini semakin menyenangkan. Platform pemandangan ini begitu dekatnya sehingga para pengunjung akan tersemprot oleh percikan air. Bahkan, telinga seakan tuli sejenak oleh raungan air jatuh dari ketinggian 80 kaki.

Dachstein Skywalk

Berada di ketinggian 2.700 mdpl. Skywalk ini termasuk tujuan populer di Styria, Austria. Disebut "balkon" pegunungan Alpen, Dachstein Skywalk berada pada ketinggian 2.700 mdpl dan di atas bebatuan vertikal Hunerkogel setinggi 250 m. Pemandangan 360 derajat memperlihatkan kepada para pengunjung panorama alam Slovenia di selatan Republik Czech di sebelah utara. Skywalk ini jauh lebih tinggi dari platform di air terjun Niagara ataupun yang berada di air terjun Iguazu, Brasil.

Willis Tower Skydeck (Sears Tower)
Para pengunjung dapat merasakan jantung berdegup saat berdiri di atas sebuah lantai kaca yang berada di atas ketinggian 103 lantai dengan pemandangan langsung ke bawah. Inilah sebuah "permainan" baru yang bisa membuat jantung copot di SkyDeck, Tower Sears, Chicago, Amerika Serikat. Para pengunjung cukup perlu berdiri di sebuah kotak yang terbuat dari kaca, terletak di luar jendela di atas ketinggian 412 meter.

Il Binocolo
Terbuat dari baja dan berlokasi di Merano BZ, Italia. Di dalam kebun kastil Trauttmansdorff, Italia, para pengunjung akan menemukan platform besi yang memukau ini keluar dari pepohonan. Dengan merujuk namanya, yang berarti teropong, berasal dari bentuk atap kecil platform tersebut dan pemandangan sekitar. Platform ini didesain oleh arsitek Matteo Thun.

Landscape Promontory
Landscape Promontory di Swiss, adalah platform pemandangan gantung yang didesain Paolo Burgi sebagai bagian proyek Cardada. Sebuah revitalisasi Gunung Cardada di Swiss yang diharapkan selesai pada tahun 2010. Lorong yang terbuat dari besi dan titanium berujung pada platform pemandangan dengan pemandangan Lago Maggiore. Bukan hanya pemandangan yang dapat dinikmati para pengunjung. Simbol-simbol di ubin dan sejumlah keterangan yang tertulis di susuran platform menawarkan referensi tentang sejarah dan kesusastraan.

Infinity Room
Terletak di House on the Rock di Wisconsin, Amerika Serikat, dengan panjang 200 meter dan ketinggian 150 m dari permukaan bukit. House on the Rock, pertama kali dibuka pada tahun 1959, adalah kompleks ruangan, jalan, kebun, dan toko dengan desain arsitektur unik oleh Alex Jordan Jr. Berlokasi di Spring Green, Wisconsin, dan merupakan tempat wisata regional. The Infinity Room di rumah itu memanjang beberapa ratus kaki dari lembah, tanpa penyangga di bawahnya, dengan lebih dari 3.000 jendela buatan tangan di pinggirnya.

5 Fingers Viewing Platform
Berada di Krippenstein, Austria, dengan bentuk lima jari sepanjang 12 meter. Para pelancong dapat melihat platform yang paling spektakuler di pegunungan Alpen. Betapa tidak, setiap bentuk jari selebar empat meter itu dibangun di atas tebing setinggi sekitar 400 meter. Platform ini dapat ditempuh kurang dari 20 menit dari Stasiun Krippenstein, Dachstein, dengan kendaraan kabel.

Grand Canyon Skywalk
Berada tepat di Grand Canyon dan di atas Sungai Colorado, Grand Canyon, Amerika Serikat. Platform menegangkan berbentuk tapal kuda ini bergantung tepat 4.000 kaki di atas tanah dan memanjang 65 kaki dari ujung tebing Grand Canyon. Skywalk berbentuk tapal kuda ini dibangun dari tembok kaca setebal empat inchi dan pengunjung diharuskan memakai kaus kaki antigores bila ingin berjalan dan melihat pemandangan di sana. Ini adalah karya arsitektur luar biasa yang sanggup menahan berat sampai 70 ton dan dapat menahan tiupan angin sampai 100 meter per jam.

Aurland Lookout
Arsitek Todd Saunders dan Tommie Wilhelmsen ditugaskan membuat desain tempat pemberhentian yang indah di atas Gunung Aurland di Norwegia dan menghasilkan si cantik ini yang mendapat tempat pertama di kompetisi rute wisata Norwegia. Sisi paling luar platform yang melengkung untuk membentuk fondasi struktur ditutup sebuah kaca. Ini jelas memberikan pemandangan luar biasa ke daratan di bawah untuk mereka yang berani berjalan sampai paling ujung.

Jadi, siapkah Anda menguji nyali saat berada di sepuluh tempat tersebut?(ANS)

http://gayahidup.liputan6.com/berita/201001/259381/Inilah.Sepuluh.Pemandangan.Tertinggi.Penguji.Nyali

Best and Worst Tech Gadgets of 2009

Best and Worst Tech Gadgets of 2009

by Cliff Edwards
Wednesday, December 2, 2009
provided by

Electronics Gift Guide

A consumer spending slump dealt a blow to electronics makers in 2009. With industry sales expected to tumble 8% to $164.9 billion this year, Pioneer dropped out of the plasma HD television market and mobile Internet device innovator OQO shut its doors. Even the supposedly recession-proof video-game industry suffered steep sales declines.

More fromBusinessWeek.com:

Best Tech for Kids

Best E-Commerce Sites for the Holidays

20 of the World's Coolest PC Designs

But the year in tech wasn't all bad. Online retailer Amazon (AMZN) kicked off a frenzy of competition with its wireless Kindle e-Book readers. A certain operating system named Droid emerged to give Apple a run for its money in the smartphone market. And eco-friendly products, from big-screen televisions to music systems, became commonplace.

Read on for the best products for 2009, as selected by BusinessWeek's technology writers and editors, as well as five highly anticipated products that failed to meet expectations.

Best Gadgets of 2009

1. Kindle 2 International Edition

hu-jintao_150x150.JPG
Amazon
$259

When it was released last year, Amazon's Kindle quickly outshone the previously released Sony e-book reader, thanks to the inclusion of free, high-speed wireless access that lets users download books on the go. The retailer's superb follow-up this year offered a much-improved design and wireless connectivity that lets users download books outside the U.S. for a fee. But Amazon (AMZN) will have to keep innovating to stay ahead in a market that's quickly getting crowded with devices from rivals, including Barnes & Noble (BKS).


More from Yahoo! Finance:

What the Car You Drive Reveals About You

What the Future Holds for Legendary Car Brands

Save Up to $1,500 per Year on Your Energy Bill

Visit the Family & Home Center

2. Windows 7

vladimir-putin_150x150.JPG

Microsoft
$49.99 (Windows 7 Home Premium)

Windows 7 fixes many of the problems that plagued Vista, the preceding version of Windows. Available on most new PCs, Win 7 boots faster than Vista and performs snappily, with more intuitive features than ever before.


3. Samsung 8500 Series LED Television

ben-s-bernanke_150x150.JPG

Samsung
$3,700

Never content to be a follower, Samsung rocked competitors with a new line of superthin high-definition televisions that use energy-sipping light-emitting diodes as their primary light source instead of traditional cold cathode fluorescent lamps. The top-of-the-line 8500 Series measures just 1.6-inches thick and processes pictures at a faster rate than older sets to reduce motion blur and create video-like images. The LED sets also include Internet connections that let users download content off the Web. Rivals Vizio, LG, and Sony are hot on Samsung's heels with their own LED-based sets and are throwing in software that the high-end Samsung set lacks, such as those that connects to Yahoo! (YHOO) tools or allows Netflix (NFLX) streaming movie access.


4. IdeaPad S12 Netbook

hu-jintao_150x150.JPG

Lenovo
$599

Many electronics users have had a love-hate relationship with netbooks since their introduction. With their cramped keyboards, low-power processors, and small 7-in. screens, they're highly portable but not good for much more than surfing the Web. Lenovo addresses these shortcomings with the IdeaPad S12. It has a 12.1-in. screen sporting a high-definition 1280-by-800 resolution display. The IdeaPad is one of the first netbooks to sport Nvidia's (NVDA) high-end Ion graphics chip to support HD streaming video without the stuttering playback that's plagued other netbooks. Excellent stereo speakers, a relatively speedy Intel (INTC) Atom processor, and a six-hour battery make the S12 a shoo-in for our favorite netbook of the year.


5. Dual-View TL220 Digital Camera

vladimir-putin_150x150.JPG
Samsung
$250

Some products make so much sense they leave you wondering why nobody thought of them before. Samsung's Dual-View TL220 digital camera fits that description. Say you want to snap a picture of yourself and the family but don't have the time to set up a tripod or will to bother a passerby. Simply tap the front of the 12.2-megapixel TL220 to engage a 1.5-inch view screen that lets you frame yourself in the picture quickly and easily. There's even a child mode that displays built-in animations to keep the kid occupied while you line up a shot. With a wide-angle lens and the ability to shoot short HD movies, the Samsung Dual-View sets a new standard for point-and-shoot cameras.


Worst Gadgets of 2009

1. Aspire EasyStore H340 NAS Server

hu-jintao_150x150.JPG
Acer
$390

We loved the idea: a low-priced machine that lets you store up to 500,000 digital photos, 300,000 MP3 files, and 4,285 hours of movies, and then send and share the information with devices in the home and on the road. The Aspire is slick, has a powerful Intel Atom processor, and is relatively easy to set up and install. The desktop software is the deal breaker; it includes McAfee (MFE) antivirus software that can't be removed and at times significantly slows your PC's operations. Also, if you lose the installation disc, there's no way to download it from Acer's Web site.


2. Windows Mobile 6.5 Operating System

vladimir-putin_150x150.JPG

Microsoft
Free (with purchase of Windows Mobile smartphones)

Microsoft has been working hard to put its Windows Mobile operating system on par with Android, Palm's webOS, and the software running Apple's iPhone. But Windows Mobile 6.5 doesn't quite get there. Sure, it's zippy and more stable than previous generations, but the touchscreen interface needs work, and the overall experience seems Stone Age compared to its rivals.


3. Twitter Peek

ben-s-bernanke_150x150.JPG

Twitter Peek
$200 (with wireless lifetime service)

With Twitter available on so many smartphones, you'd better make a dedicated mobile Twitter device good. This isn't. Its shortcomings are legion. It doesn't display full 140-character messages on the home screen, and there's no way to include multiple Twitter accounts or even get Tweets from one account if you power the device off and turn it back on.


4. PoGo Instant Digital Camera

hu-jintao_150x150.JPG

Polaroid
$180

We liked the idea of a digital camera that can instantly print out images on the run. But overall, the camera was too heavy to carry around for extended periods of time, its tiny prints yielded washed-out or uneven colors, and the tradeoff between novelty and value was too high at a time when a point-and-shoot digital camera at twice the resolution can be had for $40 to $70 less.


5. AT&T 3G Network

vladimir-putin_150x150.JPG

AT&T
www.wireless.att.com

We hate to kick them when so many others have come before us. But spotty 3G coverage and overloaded networks have hobbled Apple's iPhone and App Store in some big cities and kept us from adding the iPhone 3GS to the list of this year's best gadgets. A delay in offering multimedia text messaging (while still charging for it) also merits a bucket of coal.


See more of the Best and Worst Tech Gadgets in 2009

Copyrighted, Business Week. All rights reserved.