Minggu, 31 Juli 2011

Manusia 'Terjajah' Smartphone?

Jumat, 29/07/2011 17:14 WIB
Manusia 'Terjajah' Smartphone?
Fino Yurio Kristo - detikine

Ilustrasi (ist)

Jakarta - Ponsel pintar alias smartphone seperti Android, BlackBerry atau iPhone seakan-akan telah menjadi pendamping hidup utama bagi manusia zaman sekarang. Boleh jadi manusia sudah 'dijajah' oleh smartphone.

Sejumlah ilmuwan mengamini fenomena tersebut dalam studi yang mereka gelar. Sebab, tak sedikit orang yang terlalu banyak menghabiskan waktu dengan mengutak-atik ponselnya dan melupakan hal-hal lain.

Studi dilakukan para ilmuwan dari Helsinki Institute for Information Technology. Pemakai smartphone memiliki kebiasaan mengecek smartphonenya secara berulang-ulang untuk mengakses aplikasi atau hal lain. Biasanya, satu kali pengecekan memakan waktu sekitar 30 detik.

"Apa yang menjadi perhatian kami adalah Anda bisa secara sistematis terganggu dari hal-hal lebih penting yang terjadi di sekitar Anda," ucap Antti Oulasvirta, salah seorang peneliti.

Para pengguna smartphone sendiri tidak merasa apa yang mereka lakukan adalah sebuah adiksi. Namun semacam penggunaan yang berlebihan saja. Hanya saja dampaknya bisa negatif.

"Berbagai studi telah mengasosiasikan penggunaan smartphone dengan konsekuensi negatif seperti kecelakaan berkendara dan keseimbangan hidup yang buruk," pungkas Oulasvirta, dilansir DailyMail dan dikutipdetikINET, Jumat (29/7/2011).

Restoran Terbaik Dunia Akhirnya Tutup

Minggu, 31/07/2011 11:42 WIB
Restoran Terbaik Dunia Akhirnya Tutup
BBCIndonesia.com - detikNews



Restoran El Bulli lima kali terpilih menjadi restoran terbaik di dunia.

Sebuah restoran Spanyol yang berulang kali terpilih menjadi restoran terbaik di dunia menyajikan hidangan terakhirnya dan menutup usahanya.

El Bulli -nama restoran itu- dimiliki koki terkenal Ferran Adria, akan mengakhiri 27 tahun layanannya dengan hidangan terakhir khusus untuk karyawan dan keluarganya.

Lalu, apakah menu istimewa terakhir El Bulli? Kantor berita Spanyol, EFE, melaporkan menu itu hingga saat ini masih dirahasiakan.

Restoran yang terletak di kota Roses itu, telah lima kali menjadi yang teratas dari daftar 50 restoran terbaik di dunia berdasarkan pendapat 800 koki, kritikus dan pakar kuliner.

Namun, Ferran Adria selalu mengatakan restorannya bukanlah yang terbaik di dunia.

"Tidak ada yang namanya restoran terbaik di dunia," kata Adria.

"Namun, El Bulli adalah tempat yang paling berpengaruh dalam hal kreativitas kuliner," tambah dia.


RESTORAN YANG UNIK



Salah satu hal yang membuat El Bulli terkenal adalah keunikannya dalam berbagai hal.

Misalnya, restoran ini justru tutup di saat makan siang untuk memberi kesempatan karyawannya menciptakan jenis hidangan baru.

Selain itu, pemesanan untuk 50 kursinya kebanyakan dilakukan dengan undian.

Menu makan malam di El Bulli biasanya terdiri atas 40 jenis hidangan kecil yang seluruhnya berharga Pound 220 atau sekitar Rp3 juta.

Soal keputusannya menutup El Bulli, Adria menegaskan El Bulli tidak menghentikan usahanya.

"El Bulli tidak tutup, namun bertransformasi. Roh El Bulli akan selalu ada," kata dia.

Adria mengatakan El Bully akan kembali dibuka pada 2014 namun berupa sebuah lembaga konsultan kuliner.

Adrian juga akan meluncurkan Yayasan El Bulli, sebagai sebuah pusat penelitian teknik dan rasa masakan.


(bbc/bbc)

Sabtu, 30 Juli 2011

Cihuy! Masyarakat Bisa Akses Kegiatan 99 Masjid Secara Online

Minggu, 31/07/2011 10:46 WIB

Cihuy! Masyarakat Bisa Akses Kegiatan 99 Masjid Secara Online

Didi Syafirdi - detikRamadan
Jakarta - Bulan puasa sudah di depan mata, berbagai kegiatan Islami di masjid-masjid pun sudah disiapkan. Tinggal menyebarkan informasi kegiatan menyambut Ramadan itu ke masyarakat luas.

Untuk penyebaran informasi itu pula, Telkomsel meluncurkan program online Masjid Raya yang menghubungkan komunikasi di 99 masjid di Indonesia. Program ini diharapkan dapat membawa aktivitas syiar Islam ke dalam jaringan dakwah digital.

"Melalui program ini kita mendorong peningkatan, pemahaman dan pengetahuan umat tentang informasi keislaman," kata Direktur Perencanaan dan Pengembangan Telkomsel Herfini Haryono di Masjid Al-Azhar, Jakarta Selatan, Minggu (31/7/2011).

Menurut Herfini, jumlah masjid yang ditargetkan online melalui program ini mencapai 99 masjid raya dan masjid agung di seluruh Indonesia. Pada tahap awal program akan diimplementasikan di Pulau Jawa, selanjutnya menyusul ke wilayah Sumatera, Kalimantan dan Sulawesi.

"Informasi dikelola secara mandiri oleh jaringan masjid sehingga informasi disajikan dengan kebutuhan jamaah," katanya.

Berbagai konten informasi yang akan dikelola meliputi antara lain, informasi internal masjid seperti jadwal salat, jadwal khatib salat jumat, jadwal kegiatan masjid dan informasi internal yang dianggap perlu. Konten infromasi lainnya adalah syiar islam secara luas dalam bentuk foto, artikel ataupun video dakwah.

"Tata kelola pemutahiran dan pengunggahan informasi internal dilakukan oleh pengurus dan remaja masjid setempat," imbuhnya.

Nantinya konten infromasi ini, kata Herfini, dapat disimak jamaah masjid melalui layar televisi LED 32 inci yang diletakan pada posisi strategis di dalam ruang utama setiap masjid raya.

"Diharapkan aktivitas masjid sehari-hari akan lebih lengkap dan memudahkan jamaah dalam beribadah selama Ramadan," tutupnya.

( did / feb )

Dari Minat Fashion, Hijabers Community Ajak Muslimah kenakan Hijab

Minggu, 31/07/2011 10:12 WIB

Dari Minat Fashion, Hijabers Community Ajak Muslimah kenakan Hijab

Febrina Ayu Scottiati - detikRamadan
Dari Minat Fashion, Hijabers Community Ajak Muslimah kenakan Hijab
Jenahara Nasution (febrina/detikcom)
Jakarta - Pernah melihat kreasi jilbab unik, modern dan stylish? Mungkin mereka bagian dari komunitas yang saat ini sedang booming, Hijabers Community. Berawal dari ketertarikan dunia fashion namun tetap bernuansa Islami, 30 perempuan cantik mendirikan komunitas bernama Hijabers Community atau yang biasa disingkat HC.

Rata-rata mereka bekerja sebagai desainer, oleh karenanya tak heran bila gaya berpakaian muslim mereka trendi dan up to date. Aura kebebasan berekspresi pun terpancar dari setiap kreasi mereka, terutama kreasi jilbab.

Seperti yang dituturkan ketua HC, Jenahara Nasution, kehadiran HC berangkat dari minat tinggi terhadap fashion namun tetap syar'i. Komunitasnya pun mempunyai misi agar para remaja tak perlu takut menggunakan hijab karena tetap bisa modis dengan gaya-gaya khas HC ini.

"Awalnya karena kami memiliki ketertarikan yang sama yaitu dunia fashion. Awalnya pun saya hanya menggunakan jilbab seperti biasa tidak ada yang unik. Tapi setelah bertemu dengan teman-teman yang ingin berkreasi akhirnya kami membentuk komunitas ini," kata Jena sambil memangku putra keduanya, Oliver, Minggu (31/7/2011).

Wanita kelahiran 27 Agustus 1985 ini pun tak menyangka komunitasnya banyak diminati hingga memiliki 13.000 pengikut di situs mikro blogging Twitter. HC pun kini memiliki dua cabang yaitu di Bandung dan Yogyakarta.

"Sebetulnya banyak sekali permintaan membuka cabang di daerah-daerah lain. Tapi kami belum bisa melakukannya karena ini HC sendiri masih baru dan kami harus benar-benar mantap untuk membuka cabang. Alasan memilih Bandung karena beberapa pendiri HC berasal dari bandung sehingga mudah dikontrol. Sementara di Yogyakarta karena permintaan paling banyak dari sana," terang wanita lulusan D3 Fashion Design Susan Budihardjo ini.

Kegiatan HC pun macam-macam mulai dari pengajian rutin satu bulan sekali, talk show, charity hingga fashion show yang berisi hijab tutorial dan fashion show ini. Untuk kegiatan fashion inilah, acara HC banyak diminati baik yang sudah berjilbab maupun yang belum.

Meski mengadakan pengajian dan isi talk shownya bertema Islami, Jena menolak bila komunitasnya dikatakan sebagai kelompok dakwah dalam artian luas. Ia lebih senang bila komunitasnya dianggap berdakwah mengajak para remaja putri untuk menggunakan hijab.

"Fashion menjadi salah satu cara memikat para remaja untuk mengenakan hijab, jadi itu memang tujuan kami. Mengajak remaja putri sebanyak-banyaknya dan meyakinkan mereka berjilbab itu bisa modis tapi tetap syar'i," ujar putri dari desainer Ida Royani ini.

Ibu muda ini kini memiliki label untuk baju rancangannya yang diberi nama sesuai namanya 'Jenahara'. Ia berharap para muslimah senang dengan rancangannya dan rancangan beberapa anggota komunitas HC lainnya.

Terkait dengan suguhan jilbab kreasi HC, Jena mengaku sulit untuk membuatnya baku. Karena rata-rata setiap kreasi datang secara spontanitas dan bila diminta untuk mengulang, jane mengaku tak sanggup karena lupa.

Meski begitu ia dan kawan-kawannya berharap segera bisa meluncurkan buku panduan agar para remaja muslimah bisa mencoba style-style unik mereka. "Doakan saja semoga buku panduan ini bisa segera terbit. Kami sudah ingin sekali membuat buka dan banyak yang menawarkan untuk menerbitkan tapi masih belum ada waktunya saja. Doakan ya," tutup Jena sambil tersenyum.

( feb / vit )

Minggu, 10 Juli 2011

Orkestra Angklung di Washington DC Pecahkan Guiness Book of Record

Minggu, 10/07/2011 11:22 WIB
Laporan dari AS
Orkestra Angklung di Washington DC Pecahkan Guiness Book of Record

Endang Isnaini Saptorini - detikNews
Orkestra Angklung di Washington DC Pecahkan Guiness Book of Record
Foto: Endang (detikcom)

Washington DC
- Masyarakat Indonesia di Amerika Serikat berhasil mempromosikan angklung, sekaligus membuat Guiness Book of Record permainan angklung dengan peserta terbanyak. 5.102 Orang di Washington DC membawakan repertoire lagu binaan saung angklung Mang Udjo.

Para pemain angklung sudah berkumpul di sejumlah pintu gerbang Monumen Nasional AS, sejak pukul 16.00 waktu AS, Sabtu (10/7/2011). Masing-masing peserta memperoleh sebuah angklung dan ikat kepala bagi peserta pria dan selendang untuk peserta wanita. Di setiap pintu gerbang, ada petugas khusus yang mencatat berapa banyak orang yang telah masuk dan menerima angklung dari petugas.

Sementara di dalam area berbentuk oval tersebut, Daeng Udjo mengajarkan bagaimana memegang dan memainkan angklung secara benar dan memberikan petunjuk bagaimana memainkannya dengan aba-aba khusus darinya. Setiap not angklung ditandai dengan pemberian nama-nama pulau yang ada di Indonesia, sebagai ganti notasi nada. Kepalan jari dan tangannya, menandakan perubahan not untuk membentuk suatu lagu.

Lagu-lagu yang dibawakan oleh para peserta angklung di Festival Indonesia 2011 diantaranya adalah We Are The World dan Take Me Home Country Road. Cuaca yang terik, tidak mengurangi niat dan minat para peserta untuk memainkan angklung.

Mereka secara serentak dan bersemangat terus memainkan lagu yang dipimpin oleh Mang Udjo dan diiringi oleh para penyanyi dari Elfa's Singers. Acara yang digagas KBRI Washington dan didukung segenap masyarakat Indonesia di AS itu pun berjalan sukses.

Nampak di panggung yang tidak seberapa besar tersebut, Dubes RI untuk AS Dino Patti Djalal dan Ibu Rossa Djalal, mantan Menkeu yang kini menjadi Managing Director Bank Dunia Sri Mulyani, aktris senior Christine Hakim dan para tamu undangan VIP lainnya mengenakan kaos putih dengan satu huruf kapital berwarna merah.

Para peserta tidak hanya berasal Washington DC, tetapi juga dari New York dan para turis yang kebetulan singgah di Washington DC tersebut terus mengikuti acara hingga diumumkannya rekor angklung sore itu oleh petugas khusus dari Guiness Book of Record, pukul 17.45 waktu setempat.

Acara Festival Indonesia Pertama yang digelar KBRI Washington DC di kaki Monumen Nasional kebanggaan AS, sudah dimulai sejak pukul 13.00-21.00 waktu AS. Acara dibuka oleh penampilan artis-artis Indonesia lokal Washington DC seperti Singo Lodoyo, Pencak Silat Al Azhar, dilanjutkan dengan pertunjukan multikultural dari Aborigin Musical Performance, Happy Hearts Fund (HHF), Health in Harmony, Refugee International.

Tidak kalah menarik penampilan artis-artis Indonesia dari Jakarta seperti Sherina dan Elfa's Singers, dan artis-artis mancanegara seperti Brazilian Percussion, Interfaith Concert (Muslim: Native Deen, Kristen: Davids Griffiths and the Praise and Worship Experience, Yahudi: Lox n Vodka), sebelum sambutan dari Dubes Dino Patti Djalal. Menjelang senja, acara diwarnai dengan sajian musik apik dari Air Supply, Balawan dan Denada sebagai penutup acara.


(eis/fay)

Sabtu, 09 Juli 2011

Finding a green job


Where to start:

More about: Finding a green job

The clean energy boom is expected to produce 4.2 million new green jobs over the next three decades, according to a study completed by the nation's mayors in October 2008. With that kind of rapid growth, employee supply and employer demand is likely to be unbalanced for a while -- in the workforce's favor.

  1. The five hottest green jobs for 2011

    This year may be the one to start your green career in one of these leading sectors.

  2. Crafting a career

    Have you ever thought you could sell your art or crafts? If you have a creative hobby that you love, and friends and family are often telling you, "You could sell that!"Why not consider subsidizing your income or making a living as "cra

  3. Nearly 24,000 new solar jobs coming

    Looking for work? The solar industry is booming.

  4. Nine ways to get paid to be outside

    Want to make some money while also getting some sun? Try these outdoors part-time jobs this summer. You could turn one into a new full-time career.

  5. Five readily available green jobs training programs

    Whether you go back to college or prefer to learn on the job, there are new opportunities in many sectors.

  6. How parks employ more people than Wal-Mart

    Parks jobs generate real money for the economy, but leaders rarely invest in this surprising source of employment during tough economic times.

  7. Fastest growing green jobs

    Discover emerging opportunities to do well by doing good.

  8. The five best cities to land a green job

    In a generally bleak employment picture, the green jobs sector is growing faster than any other.

  9. True or false? Carbon cap and trade will create jobs

    Finding the truth amid a war of political advertising.

  10. Four hot green building jobs

    Get your ticket to a green job and help promote energy efficiency and sustainability.

  11. Five hot green jobs available today

    A rising green economy offers exciting new employment opportunities.

  12. Network your way to a green job in three easy steps

    Jobs that help the environment are hot, so learn the secrets of smarter networking.

  13. How to find a green job

    The jury is still out on whether the reality of green jobs will live up to all the hype. But for now, here are answers to some very basic questions about what kinds of green jobs are being created and how to land them.

  14. Carbon regulation is producing jobs, already

    The nation's first carbon cap-and-trade program is already helping to create new jobs. Workers are being hired for an expansion of energy efficiency programs, financed by money raised from power companies paying for their carbon emissions under the progra

  15. Wind officially employs more than coal industry

    In some promising "green jobs" news, the wind industry in the U.S. has now officially surpassed the coal mining industry in the number of people it employs. Wind industry jobs increased to 85,000 in 2008 while the coal industry remained the sam

  16. "Joe Six-pack," solar energy installer

    'The most important piece of technology in the green economy will be a caulk gun.'

  17. What the “green collar” economy means for you

    Learn which industries will benefit from the new economic stimulus plan and what old skills can be repurposed into eco-friendly jobs.

  18. Finding the green job of your dreams

    What are the best industries for people who love the planet? Search the Web for a new eco-friendly career.

  19. Green jobs go to Georgia

    Solar company Suniva is building a manufacturing plant in the Peach State near Georgia Tech.

  20. Solar industry struggling to find workers

    New study shows that green-collar jobs will grow by 50%, especially for entry-level solar-panel installers.

    http://green.yahoo.com/living-green/finding-a-green-job.html;_ylt=Ar67gze7vW_0IVtyj8vsk_jDV8cX

Twelve amazing shipping container houses

Twelve amazing shipping container houses

Container City
(Photo: Urban Space Management)

Invented more than five decades ago, themodern shipping container is the linchpin in our global distribution network of products. In the containers go toys from China, textiles from India, grain from America, and cars from Germany. In go electronics, chocolate, and cheese.

While a number of resourceful people have converted shipping containers into make-shift shelters at the margin of society for years, architects and green designers are also increasingly turning to the strong, cheap boxes as source building blocks.

Shipping containers can be readily modified with a range of creature comforts and can be connected and stacked to create modular, efficient spaces for a fraction of the cost, labor, and resources of more conventional materials.

Discover some of the exciting possibilities of shipping container architecture, from disaster relief shelters to luxury condos, vacation homes, and off-the-grid adventurers. See what makes them green as well as cutting edge.

Redondo Beach House
(Photo: Andre Movsesyan / DeMaria Design )

De Maria Design Redondo Beach House

With its modern lines and appealing spaces, the award-winning Redondo Beach House by De Maria Design turns heads. The luxury beach-side showpiece was built from eight prefabricated, recycled steel shipping containers, along with some traditional building materials. According to the architects, the modified containers are "nearly indestructible," as well as resistant to mold, fire, and termites. Seventy percent of the building was efficiently assembled in a shop, saving time, money, and resources.

One of the containers can even sport a pool! The lessons learned from Redondo Beach House are being incorporated into a line of more affordable, accessible designs, soon available as Logical Homes.

London's Container City
(Photo: Urban Space Management)

London's Container City

Conceived by Urban Space Management, London's Container City first sprang up in the heart of the Docklands in 2001. It took just five months to complete the original 12 work studios, at a height of three stories. Shortly after that a fourth floor of studios and living apartments was added.

Container City was designed to be low cost, as well as environmentally friendly. Recycled materials made up 80% of building supplies. Architect Nicholas Lacey and partners and engineer Buro Happold used component pieces to build up adaptable living and work spaces.

Container City II
(Photo: Kool-Kini / Flickr )

Container City II

Container City I was a success, and in2002, Urban Space Management added an addition, dubbedContainer City II. Reaching five stories high, Container City II is connected to its earlier iteration via walkways. It also boasts an elevator and full disabled access, as well as 22 studios.

Port-a-Bach
(Photo: Paul McCredie)

Port-a-Bach

Need some flexibility with security? Need a temporary structure or small vacation home? Going off the grid? The Port-a-Bach system from New Zealand's Atelier Workshop might be a good fit.

Costing around $55,000, Port-a-Bach sleeps two adults and two children comfortably, in a dwelling that folds up into a fully enclosed steel shell. It comes with large internal storage cupboards and shelves; a stainless steel kitchen; bathroom with shower, sink and composting toilet; bunk beds and dressing room. Fabric screens allow you to shape internal space, as well as shelter the outdoor deck area.

Bach (pronounced Batch) is Kiwi slang for "Bachelor Pad," and refers to the many small cabins that dot the famously picturesque country.

Cove Park Artists' Retreat
(Photo: Urban Space Management)

Cove Park Artists' Retreat

Set on 50 acres of gorgeous Scottish countryside, Cove Park is an artist's retreat designed to stimulate and reinvigorate. Urban Space Management first brought in three repurposed shipping containers in 2001, and the center became so popular that more units have been added.

Doesn't look like your average shipping box, does it?

All Terrain Cabin
(Photo: Bark Design Collective)

All Terrain Cabin

Canada's Bark Design Collective built the All Terrain Cabin (ATC) as a showcase for sustainable (and Canadian!) ingenuity. The small home is based on a standard shipping container, and is said to be suitable for a family of four, plus a pet, to live off the grid in comfort and style.

The cabin folds up to look like any old shipping container, and can be sent via rail, truck, ship, airplane, or even helicopter. When you're ready to rest your bones, the cabin quickly unfolds to 480 square feet of living space, with a range of creature comforts.

The Ecopod
(Photo: Courtesy of Ecopod)

The Ecopod

Another container home designed for on- or off-grid living is the Ecopod. Made from a shipping container, an electric winch is used to raise and lower the heavy deck door (power is supplied by a solar panel). The floor is made from recycled car tires, and the walls have birch paneling (over closed-cell soya foam insulation). The glass is double paned to slow heat transfer.

The Ecopod can be used as a stand alone unit or with other structures. It is designed to minimize environmental impact.

Adam Kalkin Quik House
(Photo: Quik House )

Adam Kalkin Quik House

Want your own container house? There's a six-month waiting list for the Quik House by architect Adam Kalkin, who is based in New Jersey. The distinctive Quik House comes in a prefabricated kit, based on recycled shipping containers (in fact a completed house is about 75% recycled materials by weight).

The standard Quik House offers 2,000 square feet, three bedrooms and two and one-half baths, though larger options are also available. The shell assembles within just one day, and all the interior details can be finished within about three months.

The Quik House comes in two colors (orange or natural rust bloom), and the estimated total cost, including shipping and assembly, is $184,000. You can add even greener options such as solar panels, wind turbines, a green roof, and additional insulation (to R-50).

LiNX Temporary Structures
(Photo: Kool-Kini / Flickr )

LiNX Temporary Structures

Dublin-based designer Richard Barnwall envisioned this design, dubbed the LiNX, as a temporary structure for construction workers. The two-storey model pictured is to be comprised of four 20-foot containers. Such designs offer flexibility and rapid deployment, and may even work for more permanent homes.

Ross Stevens House
(Photo: Ross Stevens / Flickr )

Ross Stevens House

Industrial designer Ross Stevens built this distinctive house in Wellington, New Zealand. Repurposed shipping containers form an intriguing contrast to the surrounding hill. In fact, the unique home makes use of the hill itself, expanding interior space beyond the containers.

Parts of the Ross Stevens house are surprisingly spacious and comfortable. There's even a cool table made from a repurposed door.

Student Housing Project Keetwonen, Amsterdam
(Photo: Kool-Kini / Flickr)

Student Housing Project Keetwonen, Amsterdam

Billed as the largest container city in the world, Amsterdam's massive Keetwonen complex houses 1,000 students, many of whom are happy to secure housing in the city's tight real estate market. Designed by Tempo Housing in 2006, Keetwonen is said to be a roaring success, with units that are well insulated, surprisingly quiet and comfortable.

Each resident enjoys a balcony, bathroom, kitchen, separate sleeping and studying rooms, and large windows. The complex has central heating and high speed Internet, as well as dedicated bike parking.

Keetwonen has proved so popular that its lease has been extended until at least 2016.

Site-Specific Exhibition
(Photo: Site-Specific )

Site-Specific Exhibition

Site-Specific and Buatalah Studio were asked to design a green building exhibition for Baan Lae Suan Fair in Bangkok. They came up with a design for a family of three, made out of four reused shipping containers and prefabricated modules. The home reuses graywater and incorporates spaces for growing food.










Related links from The Daily Green: