Kain Perca yang Melanglang Buana
Ema Nur Arifah - detikBandung
Bandung - Bagi sebagian besar orang kain perca mungkin dipandang sebelah mata. Tapi jika bisa memanfaatkan peluang dan sentuhan seni baik yang baik, kerajinan kain perca atau tekhnik sambung kain (pacthwork) ini memiliki pasar yang menjanjikan. Bahkan, perajin kain perca Cordina (43) bisa membawa karyanya terbang ke Korea.
Bersama suaminya Dowal Simanungkalit, Cordina atau Dina merintis usaha kain perca 17 tahun yang lalu. Menurut Dina, kerajinan kain perca ini memang memiliki pasar yang cukup luas. Meskipun dulu dia berkarya di sebuah gang kecil di Sarijadi, karya Dina sudah dicari oleh orang asing.
"Dulu meski di gang kecil di Sarijadi orang asing sampai mencari," tutur perempuan kelahiran Palembang ini.
Meskipun besar di keluarga yang erat dengan usaha jahit menjahit, Dina memaparkan awal merintis usaha kerajinan kain perca ini terjadi secara kebetulan. Saat itu dia bertemu dengan seorang penjahit dan mendapatkan kecocokan hingga akhirnya memutuskan untuk membuat kerajinan kain perca.
Produk yang dibuat Dina dari kain-kain perca tersebut berupa satu set perlengkapan tidur seperti bed cover, selimut, bantal dan lain-lain.
Kerajinan kain perca khususnya di luar negeri memang bukanlah barang baru. Untuk negara-negara seperti Eropa atau Amerika, kerajinan kain perca ini dinilai cukup tinggi. Proses pengerjaannya yang lebih lama dari pengerjaan tekstil biasa, menjadi daya tarik yang kuat.
Maka bukan isapan jempol ketika Dina menyatakan kalau pasar untuk kerajinan kain perca ini sangat luas. Dalam memasarkan pun bagi Dina bukanlah hal yang sulit.
Sebelum membuka toko di kawasan Kemang, Jakarta, pesanan demi pesanan datang walaupun masih sebatas pelanggan dari kalangan ekonomi menengah ke atas. Bahkan saat Dina beberapa kali melakukan pameran di luar negeri, karya-karyanya pasti laku keras.
"Pelanggan saya dulu ada dari orang Kanada," tutur Dina.
Tahun 1997 Dina menutup tokonya karena kewalahan produksi. Tahun 2006, tempat produksi pindah ke Komplek Cipageran Asri, Cimahi. Di sana Dina membentuk kelompok Quiltmania yang bisa diartikan maniak kerajinan kain perca. Dari semula bekerja dengan tiga karyawan, Dina sekarang sudah memperkerjakan 15 karyawan tetap dan sekitar 300 tenaga lepas.
Tapi sayangnya Dina belum menggunakan label Quiltmania untuk produk kain perca-nya. Dina masih sebatas memproduksi untuk negara lain yang nantinya menggunakan label negara tersebut. Dina pernah bekerjasama dengan Taiwan dan sejak tujuh tahun lalu beralih mengekspor produknya ke Korea.
Bukannya tidak ingin membuat label sendiri dan melepaskan dari ikatan kerjasama dengan negara lain. Tapi diakui Dina dibutuhkan modal yang tidak sedikit agar usahanya tetap bertahan. Karena Dina pun harus tetap memikirkan keberlangsungan hidup para pekerjanya.
(ema/ahy)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar