Lautze 2 'Mengusung' Warna Merah
Ema Nur Arifah - detikBandung
Bandung - Melihat dari arsitektur luarnya, bangunan dengan dominasi warna merah ini tak terlihat seperti masjid. Nuansa etnis negeri bambunya lebih terasa ketika tahu mesjid ini bernama Masjid Lautze 2.
Masjid Lautze 2 yang terletak di Jl. Tamblong No. 27 Bandung ini, merupakan cabang kedua masjid Lautze di Jl. Lautze, Pecinan Jakarta yang didirikan 9 April 1991. Mulai dirintis pada pertengahan Ramadhan di Desember tahun 1996. Sedangkan untuk aktivitasnya dimulai sejak tahun 1997. Namun sampai sekarang status kepemilikan mesjid Lautze 2 masih mengontrak pada pemerintah kota.
Masjid Lautze 2 yang dibangun diatas tanah seluas 56 meter persegi ini berada di bawah Yayasan Haji Karim Oei. Nama Karim Oei diambil dari nama seorang tokoh Islam keturunan Tionghoa yang akrab dengan Bung Karno, Bung Hatta dan tokoh-tokoh nasional lain saat itu.
Hal itu bisa dibuktikan dengan terpampangnya sebuah potret Karim Oei yang berdampingan dengan Bung Karno dan Bung Hatta di dinding masjid.
Masjid Lautze memiliki misi untuk menjadi pusat aktivitas muslim khususnya muslim tionghoa, menjadi pusat literatur Cina, khususnya yang berkaitan dengan Islam dan Muslim Tionghoa, menjadi pusat kebudayaan Tionghoa Muslim, menjadi sarana pembauran antara etnis Tionghoa dengan etnis pribumi dan menjadi pusat aktivitas pembinaan muallaf.
Menurut salah seorang pengurus masjid, Muhammad Sulthonuddin yang biasa disapa Aang atau Toni ini, mayoritas para jemaah Mesjid Lautze 2 mengakui bahwa aspirasi mereka sebagai seorang muslim kurang terwadahi oleh masjid-masjid sekitar tempat tinggal mereka. Perlakuan dan pandangan masyarakat terhadap keberadaan muslim Tionghoa belum sepenuhnya bisa diterima.
Kegiatan-kegiatan yang sering dilakukan masjid Lautze tak berbeda dengan kegiatan masjid-masjid pada umumnya. Hanya ada spesifikasi khusus konsultasi dan informasi Islam untuk warga Tionghoa.
Walaupun dalam kenyataannya, masyarakat pribumi pun banyak yang beribadah di masjid ini. Terlebih ketika shalat Jumat, jemaah bisa pebuh hingga ke trotoar.
Jika masyarakat Tionghoa agak enggan untuk berkonsultasi dengan mubaligh pribumi. Setiap hari Minggu masjid Lautze menghadirkan mubaligh keturunan Tionghoa dalam pengajian dari pukul 10.00-13.00 WIB.
"Setiap harinya, kami pun menerima siapapun, etnis Tionghoa khususnya yang ingin berkonsultasi tentang Islam. Jemaah yang datang banyak yang dari daerah yang jauh, seperti dari Cimahi, Cileunyi dan lain-lain," jelas Aang.
Aang menilai, ketika para sunan menyebarkan syiar Islam melalui pendekatan budaya, itu pulalah yang dilakukan masjid Lautze. Warna kuning dan merah yang dianggap sebagai warna sakral etnis Tionghoa dijadikan sebagai media pendekatan dakwah.
Dengan pendekatan seperti itu diharapkan para muslim Tionghoa tidak enggan untuk duduk dan beribadah di masjid Lautze 2.
"Meskipun kebanyakan masjid-masjid memakai warna hijau sebagai sunah rasul, tapi kan tidak ada yang melarang juga menggunakan warna lain," tambah Aang.
(ema/ern)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar