JAKARTA, KOMPAS.com - Efiensi listrik melalui pemanfaatan lampu hemat energi dan cahaya alami dianggap sebagai solusi terbaik untuk menghadapi krisis listrik saat ini.
Senior Marketing Manager of Lighting Commercial PT Philips Indonesia Hendra Rusmana Liu mengatakan, Rabu (25/11) di Jakarta, 19 persen konsumsi listrik di perkantoran di dunia berasal dari pencahayaan. Karena itu, efisiensi pencahayaan ini akan berpengaruh besar bagi upaya pengurangan emisi karbon yang dihasilkan dari proses produksi listrik.
Penghematan itu dapat ditempuh dengan cara mengurangi frekuensi pencahayaan bersumber daya listrik maupun dengan memanfaatkan teknologi lampu irit setrum. Pemanfaatan lampu seperti ini dinilai dapat mengurangi konsumsi listrik dari sektor pencahayaan hingga 40 persen.
Sekarang ini teknologi lampu LED menjadi solusi paling tepat karena lampu jenis ini punya intensitas cahaya besar tapi konsumsi listriknya rendah. Selain itu, perlu juga diperhatikan soal rumah lampu. "Desain rumah lampu yang tepat dapat memaksimalkan penyebaran cahaya lampu sehingga tidak ada penyebaran yang sia-sia," papar Presiden Director PT Philips Indonesia Rob Fletcher di sela-sela seminar efisiensi pencahayaan ramah lingkungan untuk gedung perkantoran komersial dan pertokoan di Jakarta, Rabu siang.
Efisiensi listrik tersebut kian maksimal jika konsumen mengombinasikan penggunaan cahaya buatan tersebut dengan cahaya alami dari matahari. Perancang sistem pencahayaan sekaligus CEO Light Planner Associates Inc (LPA) Kauro Mende mengatakan, kombinasi antara pemanfaatan teknologi buatan hemat energi dan cahaya alami ini dapat memangkas konsumsi listrik hingga 50 persen seperti yang pernah ia terapkan di Jepang.
"Kita bisa memanfaatkan cahaya alami ini sebanyak mungkin. Untuk bangunan perkantoran, kombinasi 30 persen cahaya natural dan 70 persen cahaya artifisial sudah sangat bagus," ujarnya. Tren penggunaan lampu hemat energi dan cahaya alami tersebut kini telah merambah Indonesia. Penggunanya bukan hanya pertokoan dan perkantoran besar, tapi juga sektor publik seperti Mesjid Agung Natuna.
Editor: wsn
Tidak ada komentar:
Posting Komentar