Sabtu, 21 Mei 2011

Masjid Tertua Wonosobo, Datangnya Keturunan Brawijaya

12 Agustus 2010 | 23:00 wib
Masjid Tertua Wonosobo (1)

Datangnya Keturunan Brawijaya

image

SESUAI namanya, Masjid Getas berada di Dusun Getas, Desa Wonosari, Kecamatan Wonosobo. Fisik bangunannya sangat sederhana, namun justru hal ini yang membuat masjid itu menjadi menarik untuk ditelisik.

Lebih-lebih, ditengah kesederhanaan ini, siapa sangka jika pendirinya masih memiliki ikatan darah dengan Brawijaya, tokoh Kerajaan Majapahit.

Masjid Getas, begitu masyarakat sekitar menyebutnya. Tak ada nama khusus yang diberikan, meskipun bangunan itu menyandang predikat masjid tertua di Kabupaten Wonosobo.

Mustofa (60), pengurus masjid yang masih keturunan pendiri tempat itu mengatakan, sejak dahulu memang demikian adanya. "Masjid ini memang tidak punya nama khusus, sebenarnya saya juga ingin masjid ini punya nama," tuturnya, beberapa waktu lalu.

Mustofa pun bercerita, sejarah Masjid Getas dimulai dari datangnya seorang pensyiar Islam dari Demak. Sekitar tahun 1750, Raden Hasan Qonawi masuk ke wilayah ini dengan misi menyebarkan ajaran Islam. Untuk itulah dia membangun masjid dengan luas 12 x 14 meter persegi tersebut.

Strukturnya dibuat dari kayu, dengan kayu nangka sebagai bahan baku utama. Kini, meski telah berdiri ratusan tahun, jika berkunjung ke bangunan bersejarah itu, Anda akan menjumpai bagian-bagian masjid yang masih utuh, sesuai bentuk aslinya. Contohnya, pintu utama, mimbar dan pengimaman yang memiliki keseragaman ukiran kaligrafi, juga sebuah bedug kuno.

Berlanjut pada kisah Raden Hasan, tak lama tinggal di Getas, ia lantas mengembara ke Ambarawa. Kembali dalam misinya menyebarkan Agama Islam, demikian kata Mustofa. "Padahal sebenarnya di sini dia sudah agak aman dari kejaran Belanda," ungkapnya.

Ya, Raden Hasan memang menjadi target kaum kompeni. Hal itu tak lain karena ia dianggap memiliki pusaka yang menjadi incaran kolonial. "Raden punya warisan dari Kerajaan Majapahit berupa kulit kerbau, itu dianggap sakti," jelas Mustofa.

Pria petani itu menambahkan, kulit kerbau yang dimaksud adalah kulit Kerbau Ndalu. Kerbau yang dibunuh Jaka Tingkir.

Setelah Raden Hasan pergi, keturunannyalah yang kemudian meneruskan syiar Islam di wilayah tersebut. Kyai Muhammad Zein, nama putra ketiga Raden Hasan. Tak hanya mengurus masjid, Kyai Zein mendirikan sebuah pondok pesantren tak jauh dari masjid.

Sayangnya, pondok pesantren itu tidak mampu bertahan lama karena tak memiliki penerus, sementara Kyai Zein pergi ke daerah lain. Mustofa sendiri yang merupakan cucu buyut Kyai Zein, masih menyimpan bukti tertulis pendirian pondok pesantren itu.

bersambung...

( Rahayu Kurniawati / CN16 )

http://suaramerdeka.com/v1/index.php/ramadan/ramadan_detail/54168/Datangnya-Keturunan-Brawijaya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar