VIVAnews - Sekitar 92 persen pelanggan menilai sebagian besar organisasi gagal untuk melindungi data pribadi mereka di Internet. Hal itu ditemui berdasarkan survey oleh kantor Komisi Informasi Inggris baru-baru ini.
Survey tersebut juga menemukan bahwa 3 dari 5 orang tidak mengontrol lalu lintas informasi pribadi mereka yang dikumpulkan dan diproses oleh organisasi. Selain itu, 4 dari 5 orang sangat khawatir dengan perlindungan informasi pribadi mereka di Internet.
Christopher Graham, komisi informasi Inggris, menggarisbawahi survei tersebut dengan panduan agar masyarakat lebih hati-hati jika berselancar di Internet, terutama di jejaring sosial, tidak memberikan informasi pribadi secara detail, dan mengerti apa yang harus dilakukan jika terjadi sesuatu yang buruk datang.
Sebab itu, Komisi Informasi Inggris merilis ulang panduan bertajuk Personal Information Toolkit serta bimbingan online usai Menteri Komunikasi Ed Vaizey mengkritiknya di parlemen tahun lalu untuk tidak menempatkan hubungan publik sebagai bisnis.
Inisiatif Komisi Informasi tersebut bukan tanpa alasan. Sekadar diketahui, temuan National Fraud Authority di Inggris menunjukkan bahwa pencurian data pribadi menimbulkan kerugian hingga 2,7 miliar poundsterling (setara 38,6 triliun) dan setidaknya melibatkan 1,8 juta pelanggan per tahun.
Jika dirata-ratakan, para penipu bisa mengantungi lebih dari 1.000 pound (setara Rp14,2 juta) per satu identitas yang berhasil dicurinya. Demikian dikutip VIVAnews dari Telegraph, Sabtu 29 Januari 2011.
"Kami harap panduan baru ini dapat membantu pengguna Internet supaya lebih mengerti bagaimana menjelajahi Internet secara aman," kata Graham. "Panduan itu termasuk tips-tips bagaimana melindungi data pribadi, termasuk bagaimana mengatur akses data pribadinya supaya tidak bisa dilihat oleh umum, dan sebagainya," jelasnya.
Tak cuma itu, pada panduan tersebut juga dijelaskan bagaimana cara meminimalisir pembajakan online.
• VIVAnews
Tidak ada komentar:
Posting Komentar