Pembajakan Akun Facebook
Tips Terhindar dari Penipuan Dunia Maya
Novi Christiastuti Adiputri - detikNews
Ilustrasi
Jakarta - Sejumlah pengguna internet yang menjadi korban penipuan di dunia maya. Mereka dapat dengan mudahnya percaya kepada orang-orang yang dikenalnya lewat dunia digital. Terakhir adalah Indra, warga Kemayoran, Jakarta Pusat, yang tertipu Rp 700 ribu setelah akun Facebook milik temannya 'dibajak'.
"Memang kita perlu berhati-hati. Pengguna semua akun di internet, bukan hanya Facebook, tapi juga Yahoo Messenger, Gmail, Hotmail, perlu tahu bahwa akun itu tidak menjamin 100 persen pengguna yang sebenarnya," ujar analis antivirus dan keamanan komputer dari PT Vaksincom, Alfons Tanujaya, dalam perbincangan dengandetikcom, Selasa (9/3/2010).
Lalu bagaimana caranya agar kita bisa menyakini bahwa kenalan kita di Facebook memang orang yang benar identitasnya? Alfons menyarankan agar kita selalu mengkroscek kebenaran identitas kenalan di dunia maya, yaitu dengan melakukan komunikasi melalui media lain, tidak hanya melalui satu akun internet.
"Bisa dilakukan yang namanya True Factor Authentication, bisa lewat e-mail atau nomor handphone," tuturnya.
Alfons menyatakan, selama ini para korban tidak berpikir bahwa mencuri password di internet itu gampang sekali. Cara pertama dilakukan oleh pelaku dengan mengirimkan e-mail notification sejenis trojan ke pengguna yang seolah-olah berasal dari administrator Facebook yang asli. E-mail tersebut meminta pengguna untuk mengganti passwordnya, tapi sebenarnya pengguna tersebut login ke website lain yang dibuat mirip dengan website Facebook yang asli.
"Dan password baru tersebut direkam oleh si hacker, kemudian akun tersebut dibajak," jelasnya.
Cara kedua, lanjutnya, dilakukan tanpa perlu mengetahui username dan password, si pelaku bisa menebak status kita. Pelaku bisa menganalisa data, baik dari akun milik keluarga, saudara, dan teman. Mereka menebak-nebak password dari informasi dan data tersebut.
"Data yang dimasukkan ke dalam akun internet kita, seperti password maupun data yang bersifat privasi perlu dijaga," saran Alfons.
Alfons berpendapat, sebenarnya kasus ini erat kaitannya dengan pemerintah dan programnational single identity. Sekarang ini membuat KTP sangatlah mudah gampang sehingga bisa membuka akun maupun rekening yang banyak, ambil uangnya lalu ditinggal dan tidak terlacak.
"Kasus seperti ini seharusnya memacu pemerintah untuk lebih menggalakkan national single identity. Kalau berlaku seperti itu, seperti di Singapura, akan sangat sulit bagi terjadinya kasus seperti ini," tutupnya.
(nvc/nrl)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar